Press Release
IMAKAHI Forum Discussion (IMFOSSION)
IMAKAHI Forum Discussion (IMFOSSION)
Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
Indonesia (PC IMAKAHI) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengadakan forum
diskusi yaitu IMFOSSION dengan judul “Kontrasepsi
Hormonal (KB) pada Hewan Kecil : Kesehatan dan Etika Profesi”. Acara ini
sudah yang ketiga kalinya acara ini dilaksanakan. Berbeda dengan
sebelum-sebelumnya acara IMFOSSION kali ini PC IMAKAHI UNAIR menggendeng
Kelompok Minat Profesi Veteriner (KMPV) Pet and Wild (PW), yaitu salah satu
Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) di Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR yang bergiat
di bidang hewan-hewan kecil dan hewan liar. Acara yang membahas tentang polemik
pelaksanaan KB pada hewan kecil di Indonesia ini diselenggarakan di Fakultas
Kedokteran Hewan (FKH) Kampus C UNAIR, Surabaya. Tepatya di Gazebo Baru, semacam
aula outdor di FKH UNAIR tempat ORMAWA melakukan acara-acaranya. Topik ini
dibahas dari segi Kesehatan, Etika Profesi Dokter Hewan, dan hukum yang berlaku
di Indonesia.
Diskusi Bersama PC IMAKAHI UNAIR dengan mahasiswa FKH UNAIR
Kontrasepsi adalah metode atau alat yang digunakan
untuk mencegah kehamilan jadi kontrasepsi hormonal adalah metode atau alat utuk
mencegah kehamilan melalui kontrol pada sistem hormon. Kontrasepsi Hormonal
yang saat ini sedang di gaungkan oleh pihak medis adalah dalam bentuk pil KB
dan alat KB IUD. Tapi yang sering di gunakan dan sering terdengar adalah pil KB
karena memang caranya yang praktis dan biaya yang murah. Terdapat dua jenis
utama dari formulasi pil KB: metode gabungan yang mengandung baik sebuah
estrogen dan progestin, dan metode progestogen yang hanya berisi progesteron
atau salah satu dari analog sintetis (progestin). Metode gabungan bekerja
dengan menekan ovulasi dan penebalan mukosa serviks; sedangkan metode
progestogen mengurangi frekuensi ovulasi, kebanyakan dari mereka lebih
mengandalkan perubahan lendir serviks.
Pil KB yang beredar saat ini adalah pil KB untuk
tujuan mengendalikan kehamilan pada manusia dan segala aspek mulai dari jenis
obat dan dosis juga sesuai untuk metabolime yang ada di tubuh manusia dan di
lakukan dengan pengawasan dokter. Lalu sekarang kita banyak menemui pil KB di
gunakan untuk hewan kecil agar mencegah kehamilan dengan alasan pemilik hewan
biaya ovario histerektomi (OH) mahal. Padahal pil KB sendiri belum ada yang
khusus di tujukan untuk hewan dan belum tersetifikasi oleh Balai Besar
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) maka dari itu secara
legalitas pil KB manusia tidak legal untuk hewan. Sudah banyak dampak negatif
dari treatment ini misal pyometra
(adanya nanah dalam rahim), sistik ovary dan bahkan kanker ovary atau kanker
rahim. Berikut beberapa gambar hewan kecil yang gagal menggunkan pil KB dan
mengalami dampak negatif seperti yang telah di paparkan
Dengan dampak negatif di atas masih saja owner
memberikan pil KB tanpa mempedulikan kesejahteraan hewan tersebut. Bahkan
treatment ini ada yang melakukannya dengan persetujuan dari dokter hewan. Lalu
apakah dokter hewan berhak menyetujui keinginan dari klien? Apakah tidak
melanggar kode etik profesi dokter hewan? Atau bahkan melanggar hukum? Nah dari
fakta-fakta dampak di lapangan dalam hal ini dampak negatif dan kerancuan hal
yang melatar belakangi boleh tidaknya pemberian pil KB pada hewan yang secara
langsung berkaitan dengan profesi dokter hewan. Maka hal inilah yang mendorong
PC IMAKAHI UNAIR untuk membahas dan mendiskusikan dari sudut kesehatan, etika
dan hukum.
Sesi pertama acara dibuka dengan pemaparan materi oleh
Aulia Ramadhani selaku perwakilan pemateri dari anggota KMPV PW yang membahas
pengenalan kontrasepsi hormonal secara umum pada hewan kecil. Beliau
menjelaskan bahwa metode kontrasepsi ada beberapa macam ada yang operasi dan
non operasi. Untuk yang non operasi adalah tindakan farmakologis temporer atau
permanen seperti kastrasi kimia pada hewan jantan, pencegahan dan penekanan
estrus pada hewan betina, dan pencegahan kebuntingan. Kemudian beliau
menambahkah hormon-hormon sistem reproduksi yang berpengaruh dalam kontrasepsi
hormonal. Seperti hormon FSH dan LH yang di hasilkan oleh Gonadotrophin
Releasing Hormon (GnRH) di hipotalamus. Fungsi dari FSH pada jantan adalah
membantu pematangan sperma dan pada betina adalah mestimulasi pertumbuhan
folikel di ovarium sedangkan fungsi dari LH pada jantan adalah merangsang
sekresi testosteron dan betina memicu ovulasi dan pertumbuhan korpus luteum.
Kemudian di lanjutkan dengan penjelasan agonis GnRH, Agonis GnRH sendiri adalah
jenis obat yang mempengaruhi hormon GnRH. Ini adalah konsep dasar dari sistem
kerja kontrasepsi hormonal tersebut, terutama pada pemberian pil KB. Beberapa
hal yang di pengaruhi obat tersebut adalah :
1. Modifikasi
dari GnRH alami yang dihasilkan tubuh
2. Meningkatkan
afinitas reseptor GnRH
3. Awal
– meningkatkan FSH dan LH (flare up effect)
4. Pemberian
jangka panjang – penurunan sensitivitas reseptor GnRH
5. Sekresi
FSH dan LH menurun
6. Hormon
steroid dalam tubuh semakin sedikit
Setelah itu beliau menjelaskan tentang progestin.
Progestin adalah progesteron sintetik yang memiliki efek mirip dengan
progesteron alami. Setiap pil KB terdiri dari progestin. Progestin memiliki
efek umpan balik (negative feedback) pada hipotalamus dan kelenjar
pituitari berupa penekanan terhadap produksi hormon FSH dan LH. Sedangkan
progreston sendiri adalah hormon yang mengatur siklus menstruasi dan
mengendalikan jaringan pada dinding rahim. Jadi cara kerja kontrasepsi hormonal
pil KB :
1.
Mencegah indung telur untuk melepas sel
telur agar tidak terjadi proses pembuahan
2.
Mengubah ketebalan lendir leher rahim guna
menyulitkan sperma masuk ke dalam rahim
3.
Mengubah lapisan dinding rahim sehingga
tidak mungkin untuk sel telur yang dibuahi tertanam di dalam rahim
Beliau juga menambahkan beberapa efek samping dari
penggunaan pil KB ini seperti Acromegaly – kelenjar hipofisis menghasilkan
terlalu banyak Growth Hormone, tumor kelenjar mammae, diabetes meilitus
dan Immunosupresi – supresi kelenjar adrenal – menekan respon imun
Sesi kedua diisi dengan materi yang disampaikan oleh
Muhammad Imaduddin. Beliau adalah perwakilan pemateri dari PC IMAKAHI UNAIR.
Pertama beliau menjelaskan tentang etika dan hukum. Point-point perbandingan
etika yang beliau sampaikan adalah:
1.
Etika berlaku untuk lingkungan profesi sedangkan hukum untuk umum
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan
anggota profesi sedangkan hukum di susun oleh badan pemerintahan
3.
Etik tidak seluruhnya tertulis sedangkan
hukum tercantum secara terinci dalam kitab Undang-undang
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik dapat
berupa tuntunan dan bisa semacam hukuman sedangkan sanksi terhadap hukum yang
dilanggar berupa tuntutan yang dapat berakhir dengan hukuman
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis
yang dibentuk oleh organisasi profesi sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan
oleh pengadilan
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu dengan bukti-bukti fisik sedangkan pelanggaran hukum mensyaratkan bukti-bukti fisik
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu dengan bukti-bukti fisik sedangkan pelanggaran hukum mensyaratkan bukti-bukti fisik
Sangat jelas untuk
perbedaan antara kode etik dan hukum, tentu sebagai dokter hewan tidak akan lepas dengan kode etik dan hukum
dan harus mematuhi setiap bait bait kata yang ada di dalamnya. Kemudian di
lanjutkan penjelasan Malpraktek. Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan
profesi sebagai dokter, dokter gigi, dokter hewan. Malpraktek adalah akibat
dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati
dalam melaksanakan tugas profesi, berupa pelanggaran yang disengaja,
pelanggaran hukum atau pelanggaran etika. Sedangkan pelanggaran etik sendiri
seperti praktek illegal, mengobati pasien tanpa adanya persetujuan klien dll.
Sesi ke 3 adalah sesi diskusi,
setelah pemaparan dari ke dua pemateri tersebut, moderator membagi audiens
menjadi 3 kelompok besar tanpa melihat sudut pandang organisasi. Mereka di
berikan sebuah kasus untuk di diskusikan bersama tentang tanggapan mereka
sesuai materi yang telah di paparkan sebelumnya. Sebuah kasus yang di berikan
moderator berbunyi “Seorang klien meminta treatment kontrasepsi hormonal dengan
alasan tidak mampu membiayai prosedur sterilisasi pada hewan-hewannya sebab
telah memiliki banyak hewan. Dokter tersebut memberikan kebijakan berupa
pembolehan treatment kontrasepsi hormonal sebanyak 3 kali periode lalu
setelahnya mewajibkan untuk hewan tersebut disteril. Solusi tersebut ditawarkan
dengan tujuan agar klien dapat mempersiapkan biaya sterilisasi lebih dahulu
selagi hewannya dalam pengaruh kontrasepsi.” Mereka di berikan waktu 15 menit
untuk berdiskusi tentang tanggapan terkait kasus tersebut.
Dari diskusi tersebut kelompok 1
menyimpulkan bahwa hal tersebut bukan malpraktek mereka berasumsi bahwa
kebijakan terbaik adalah memberikan treatment kontrasepsi hormonal dahulu dan
boleh maksimal 3x, karena latar belakang klien yang memiliki hewan peliharaan
yang banyak dan tidak memiliki uang yang cukup untuk sterilisasi sesuai pasal
18 yang berbunyi “Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan
kasih sayang sebagaimana arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala
pengetahuannya, keterampilannya dan pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.”
Kelompok 2 menyatakan dengan lugas
bahwa kasus ini adalah pelanggaran dan ini adalah malpraktek. Mereka beranggapan atas dasar pasal 6 yang
berbunyi “Dokter Hewan wajib berhati – hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik therapi atau obat baru yang belum teruji kebenarannya.”
Asumsi mereka adalah bahwa treatment kontrasepsi hormonal ini belum teruji
kebenarannya untuk hewan. Jadi dokter hewan wajib berhati hati menggunakannya, jika
hanya dengan alasan klien tidak punya uang berarti dokter hewan tersebut tidak
berhati hati dan tidak berpihak pada pasien.
Kelompok 3 beranggapan bahwa kasus
ini bisa di sebut malpraktek atau tidak. Mereka memaparkan syarat untuk bisa di
sebut bukan malpraktek
yaitu
1.
Dokter hewan harus menjelaskan kepada
pasien tentang obat dan resiko obat ini sesuai pasal 26 yang berbunyi “Dokter
Hewan melakukan client
education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit yang
sedang diderita atau yang mungkin dapat diderita (preventive medicine)
hewannya dan kemungkinan yang dapat terjadi. Dalam beberapa hal yang dianggap
perlu Dokter Hewan bertindak transparan”
2.
Dokter hewan tidak memaksakan kehendaknya
agar klien mau menuruti keinginannya. Menurut mereka ini sesuai pasal 27 yang
berbunyi “Dokter Hewan yang melakukan praktek, technical service, technical
sales dan konsultan veteriner tidak memaksakan kehendak dalam pemakaian
obat, vaksin maupun imbuhan pakan tanpa argumentasi ilmiah.
3.
Dokter hewan menghargai klien untuk setuju
atau tidak pada treatment yang di tawarkan. Menurut mereka ini sesuai dengan
pasal 24 yang berbunyi “Dokter Hewan menghargai klien untuk setuju/tidak setuju
dengan prosedur dan tindakan medik yang hendak dilakukan Dokter Hewan setelah
diberi penjelasan akan alasan – alasannya sesuai dengan ilmu Kedokteran Hewan.”
Setelah pemaparan pendapat semua kelompok dari kasus
tersebut masuk ke sesi 4 yaitu penjelasan kembali dari muhammad imaduddin
mengenai kasus yang di diskusikan tersebut. Beliau mengatakan bahwa belum ada
legislasi yang mengatur tentang treatment kontrasepsi hormonal pada hewan.
Untuk bisa di sebut malpraktek atau tidak beliau setuju dengan pemaparan dari
kelompok 3, bahwa kasus ini bisa malpraktek atau tidaknya dengan adanya
syarat-syarat yang berkaitan dengan pasal yang mengatur. Beliau juga
menambahkan bahwa Segala tindakan medis harus berlandaskan oleh tujuan medis
dan pasien bukan berlandaskan pada kebutuhan dan keinginan klien tanpa
mempedulikan pasien.
Setelah itu beliau mengatakan terlepas dari masalah
etika dan hukum sebenarnya juga ada manfaat di baliknya seperti epidemiologi
penyakit karena menyangkut tentang pengendalian populasi dan pengendalian
populasi bisa pada pengendalian penyakit.
Kemudian di sesi ke 5 pemaparan dari Aulia Ramadhani
beliau menjelaskan tentang dampak positif treatment kontrasepsi hormonal,
seakan menyambung perkataan dari muhammad imaduddin. Beliau mengatakan Dampak
positif treatment kontrasepsi hormonal adalah
1.
Bisa mengatur reproduksi hewan sesuai
keinginan kita
2. Harganya
relatif terjangkau
3. Untuk
betina dapat mencegah supaya tidak bunting sekaligus menekan angka populasi
4. Untuk
jantan dapat mengurangi ke-galak an,
mengurangi marking dan menekan testosteron
Beliau menambahkan ada syarat yang
harus di lakukan agar meminimalisir efek samping dari treatment kontrasepsi
hormonal ini yaitu :
1.
Anamnesa yang kuat.
2.
Kondisi kesehatan yang baik dan tidak
stres
3.
Usia yang tepat : kucing telah memasuki
usia dewasa kelamin sekitar min. 6-8bulan
4.
Tidak sedang estrus
5.
Dosis kucing diberi progesteron 2-4mg
6.
Interval pengulangan tergantung individu
kucing dan dosis yang diberikan.
7.
Client education dari dokter hewan
Dari pemaparan tersebut, terlepas dari efek samping
treatment kontrasepsi hormonal pada hewan kecil dalam hal ini pil KB, ternyata
treatment kontrasepsi hormonal masih
bisa di berikan pada hewan kecil asalkan sesuai dengan syarat yang telah di
paparkan. Kelebihan dari harga yang murah dan penggunaan yang mudah seharusnya
ini menjadi perhatian lebih untuk di kembangkan pada penggunaan hewan kecil,
sehingga akan ada alat kontrasepsi hormonal dalam bentuk pil KB yang aman dan
legal di berikan untuk hewan. Sehingga ketika legalitas itu ada maka polemik
dari sisi etika dan hukum pun tidak akan terjadi.
Komentar
Posting Komentar