BERITA ACARA &
HASIL
KAJIAN ISTIMEWA NASIONAL
Minggu,
3 November 2019
“DAMPAK PEMINDAHAN IBU KOTA RI KE KALIMANTAN TIMUR:
KONSERVASI SATWA LIAR SERTA ANCAMAN KESEHATAN HEWAN TERHADAP KESEJAHTERAAN
MANUSIA”
Pada hari Minggu, 3 November 2019 Pengurus
Cabang Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (PC IMAKAHI) Universitas Airlangga (UNAIR)
mengadakan Kajian Istimewa Nasional dengan
topik “Dampak
Pemindahan Ibu Kota RI ke Kalimantan Timur: Konservasi Satwa Liar serta Ancaman
Kesehatan Hewan terhadap Kesejahteraan Manusia” yang bertempat di Ruang Tandjung Adiwinata Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga, Surabaya. Acara ini merupakan bentuk kepedulian
mahasiswa kedokteran hewan atas rencana pemerintah terkait pemindahan Ibu Kota
RI ke Kalimantan Timur (Kaltim). Kajian ini terbuka secara nasional dan
dihadiri oleh 117 mahasiswa kedokteran hewan serta 3 dokter hewan dari berbagai
universitas di Indonesia.
Salah satu isu yang paling hangat
diperbincangkan dewasa ini ialah rencana pemindahan Ibu Kota Negara Republik
Indonesia (RI) dari Jakarta ke Kalimantan. Pada tanggal 26 Agustus 2019 lalu,
Presiden Joko Widodo, mengumumkan bahwa lokasi yang paling ideal bagi Ibu Kota Negara
baru ialah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara yang
berada di Provinsi Kaltim. Usulan ini memang telah disampaikan kepada tim
pengkaji, termasuk kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/BAPPENAS)
sejak jauh hari.
Tak bisa dipungkiri dengan menjadi
Ibu Kota Negara, maka Kaltim akan menjadi pusat dan target rakyat Indonesia
berkumpul. Maka pembukaan lahan demi kepentingan pemerintahan merupakan hal
yang pasti. Menurut kepala BAPPENAS, Bambang Brodjonegoro, luas lahan yang
dibutuhkan untuk membangun pusat pemerintahan ialah 40.000 Ha dan dapat
diperluas hingga 180.000 Ha. Angka tersebut bukanlah suatu nominal yang kecil.
Kepala BAPPENAS memaparkan bahwa pemerintah berjanji perpindahan Ibu Kota tidak
akan mengganggu status hutan lindung dan hutan konservasi, bahkan pemerintah
akan merehabilitasi.
Dari sekian banyaknya pemberitaan
dan pemaparan dari perangkat-perangkat pemerintah mengenai persiapan pemindahan
Ibu Kota Negara RI dari Jakarta ke Kaltim, belum didapati adanya pembahasan
dari segi konservasi dan nasib satwa liar di Kalimantan yang lebih rinci. Bukan
hanya itu, rencana persiapan bagi kemungkinan-kemungkinan lain seperti
keluarnya satwa liar dari dalam hutan akibat perebutan ruang hidup,
meningkatnya kasus satwa liar yang masuk ke pemukiman penduduk, meningkatnya
angka kekejaman pada satwa liar, penyakit yang berpotensi ditularkan oleh satwa
liar tersebut, dan sebagainya belum terpaparkan oleh pemerintah. Perlu kita
ingat pula bahwa semua titik di Kalimantan merupakan zona merah rabies. Lantas
kelayakan dan keamanan Kaltim sebagai Ibu Kota Negara baru RI masih perlu
dikaji kembali.
Hal inilah yang melatarbelakangi
bidang Kebijakan Profesi dari PC IMAKAHI UNAIR tertarik untuk mengadakan kajian
mengenai topik ini agar dapat membuahkan ide guna mempersiapkan
tindakan-tindakan preventif sehingga program pemindahan Ibu Kota dari Jakarta
ke Kaltim dapat terkonsep dengan lebih komprehensif dan berjalan dengan lancar
demi Indonesia yang lebih baik.
Sesi pertama dibuka dengan pemaparan
dari Tri Dewi Virgiyanti, ST, MEM selaku Direktur Perkotaan, Perumahan dan Permukiman
PPN/BAPPENAS terkait gambaran rencana secara umum dan upaya apa saja yang telah
dipersiapkan pemerintah dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara. Beliau mengatakan
bahwa sejauh ini pemerintah baru sampai pada kajian wilayah, yakni wilayah mana
yang paling baik dan potensial menjadi Ibu Kota Negara baru bagi Indonesia.
Dari lima provinsi awal yang menjadi kandidat, Kaltimlah yang terpilih.
Beberapa alasannya ialah: 1) risiko bencana minimal, 2) lokasi strategis sebab
berada di tengah wilayah Indonesia, 3) berdekatan dengan wilayah perkotaan yang
telah berkembang yakni Samarinda dan Balikpapan, 4) telah memiliki infrastruktur
yang relatif lengkap dan 5) telah tersedianya lahan yang dikuasai oleh
pemerintah.
Selain itu, hal mendasar yang
menjadi alasan mengapa Ibu Kota Negara RI dirasa perlu untuk dipindahkan ialah
sejalannya dengan Visi Indonesia 2045 yang mencakup: 1) pembangunan manusia dan
penguasaan IPTEK, 2) pembangunan ekonomi berkelanjutan, 3) pemerataan
pembangunan, serta 4) peningkatan kualitas ketahanan nasional dan tata kelola
kepemerintahan. Selain itu juga berkaitan dengan isu urbanisasi dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Alasan pemindahan Ibu Kota Negara ini juga tak lepas dari
isu kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa terkait pembangunan. Serta berbagai
alasan lainnya yang dirasa akan membawa dampak positif bagi berbagai aspek
kehidupan.
Beliau menyatakan bahwa proses
pemindahan ini tidak akan mengganggu status hutan konservasi dan satwa liar
yang ada. Sebab wilayah hutan yang akan dibuka merupakan hutan tanaman industri
(hutan pinus) bukan hutan konservasi. Selain itu akan diadakan penataan
pemukiman penduduk dan negoisasi dengan masyarakat yang tinggal di Tahura sebab
Tahura akan dimasukkan ke dalam wilayah Ibu Kota dan akan dikembalikan lagi ke
fungsi awalnya yaitu konservasi. Pemerintah juga mengusung konsep forest city dan smart city dalam rencana pembangunan Ibu Kota Negara baru. Namun
memang dari pihak BAPPENAS belum banyak mengkaji perihal dampak dan upaya
pencegahan terkait ancaman kesehatan hewan terhadap keberlangsungan hidup
manusia, meningkatnya interaksi satwa dan manusia yang berpotensi meningkatkan
penyebaran penyakit zoonosis dan angka kasus kekejaman terhadap satwa. Sebagai
upaya, telah dibentuk tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam
pemilihan lokasi yang potensial. Selain itu, BAPPENAS bersama KLHK akan
membahas lebih lanjut mengenai dampak terhadap lingkungan hidup.
Dilanjutkan dengan pemaparan oleh Tulus
Pambudi, S.Hut., M.URP., M.Eng selaku bagian dari Pengendali Ekosistem Hutan,
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur sekaligus sebagai
perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. Beliau
menyampaikan gambaran kondisi hutan konservasi serta satwa liar yang ada di Kaltim.
Berikut beberapa data yang beliau paparkan:
KLHK atau dalam hal ini BBKSDA,
telah menyadari bahwa akan ada dampak yang ditimbulkan dari proses pemindahan
Ibu Kota Negara. Beberapa upaya yang telah disiapkan untuk mengurangi dampak
pemindahan Ibu Kota Negara ini terhadap satwa liar di antaranya: 1) peningkatan
kesadaran dan pelibatan masyarakat dalam konservasi satwa liar dan habitatnya,
2) penataan ruang yang pro-environment
dan 3) pembuatan regulasi yang pro-environment
serta penegakan hukum yang kuat. Penataan ruang pro-environment yang dimaksudkan ialah menghindari kawasan
konservasi dan kawasan bernilai konservasi tinggi untuk dibuka menjadi
perkotaan, membuat kantong refuge dan
koridor bagi satwa liar, serta menata kawasan sempedan sungai untuk konservasi
sungai. Di akhir pemaparannya beliau menyatakan bahwa BBKSDA siap bekerjasama
dengan BAPPENAS dalam melancarkan proses pemindahan Ibu Kota Negara RI.
Drh. Siti Saniatun Sa’adah, M.Si selaku Kasi Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Hewan (P3H) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH)
Provinsi Kalimantan Timur
memaparkan perihal pelaksanaan kesehatan hewan di provinsi Kaltim meliputi
kasus-kasus zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan ke manusia dan
sebaliknya) yang tercatat. Sampai saat ini, Kaltim belum bebas rabies dan berstatus
bebas brucellosis dengan prevalensi 0,02%. Terkait perkembangan sektor
peternakan, Kaltim saat ini masih berkutat pada ranah konsumsi, belum sampai
pada ranah produksi.
Dengan adanya rencana pemindahan Ibu Kota Negara ini, Dinas
PKH Kaltim telah menyadari bahwa jarak manusia dengan hewan akan semakin dekat
akibat populasi yang bertambah dengan lahan peternakan/pemeliharaan hewan yang
terbatas di lingkungan pemukiman, berkurangnya habitat hidup satwa liar akibat
pembukaan lahan, meningkatnya sampah makanan yang berpotensi mendekatkan hewan
liar dengan manusia, meningkatnya potensi penularan penyakit oleh hewan liar
seperti TBC, Pes, Flu Burung, rabies, brucellosis, helminthiasis dan
sebagainya. Selain itu, meski hanya sebagian kecil saja dari wilayah Kaltim
yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan, namun peluang brucellosis untuk
outbreak kembali semakin besar akibat
angka konsumsi daging yang akan meningkat seiring bertambahnya penduduk. Maka
lalu lintas hewan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Terlepas dari ancaman-ancaman tersebut, beliau menyatakan
bahwa provinsi Kaltim siap menjadi Ibu Kota Negara baru bila ditunjuk. Dalam
upaya mempersiapkan diri, Dinas PKH provinsi Kaltim telah merancang beberapa
program yang di antaranya ialah: 1) program peningkatan produksi dan
produktivitas ternak, 2) pembebasan penyakit hewan menular strategis (PHMS), 3)
program pencegahan dan pemberantasan rabies, 4) implementasi one health sebagai upaya penanggulangan
zoonosis, 5) dalam setiap upaya tidak terlepas dari tiga sektor penting, yakni
satwa liar, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan ketiga pemaparan tersebut, Drh. Muhammad
Munawaroh, MM selaku Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia (PB PDHI) menyatakan bahwa Dokter Hewan Indonesia mendukung rencana
pemindahan Ibu Kota Negara RI ke Kaltim. Namun dengan berpindahnya sekitar
1.500.000 penduduk ke Kaltim, maka butuh adanya sumber daging yang banyak dan
ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Jangan sampai menyediakan produk daging
yang berbahaya kepada para pemimpin negara mengingat Kaltim masih belum
berstatus swasembada yang berarti lalu lintas hewan masih sangat ramai. Di
samping itu, SDM dokter hewan di Kaltim pun masih sangat sedikit dan minim
regenerasi.
Beliau menyarankan bahwa kajian perihal aspek ini harus
dilakukan secara serius dan berulang kali bersama para ahli, termasuk dokter
hewan sebagai salah satu stakeholder
mengingat 75% penyakit manusia berasal dari hewan. Dokter hewan Munawaroh
menyatakan bahwa hasil kajian ini nantinya dapat difasilitasi oleh PB PDHI
untuk disampaikan kepada Komisi IV dan XI DPR RI atas nama IMAKAHI dan PB PDHI.
Sesi kedua merupakan sesi diskusi
antara peserta kajian dan para narasumber. Diskusi tersebut menghasilkan
beberapa poin rekomendasi yaitu:
Rekomendasi kepada PPN/BAPPENAS
1. Pemerintah
perlu mengkaji terkait pemindahan Ibu Kota Negara dengan melibatkan lebih
banyak pihak antara lain PDHI, Organisasi Animal
Welfare dan mahasiswa kedokteran hewan terkait pengendalian penyakit zoonosis
antara lain: 1) Edukasi kepada masyarakat, 2) Memperkuat kebijakan hukum yang
berhubungan dengan kesejahteraan hewan, konservasi dan lingkungan hidup, 3)
Diadakannya penataan ruang pro-environment
dan 4) Memperkuat aturan lalu lintas hewan untuk meminimalisir penyebaran
penyakit zoonosis.
2. Perlunya
kolaborasi berbagai sektor (one health)
dan kerja sama di bidang penelitian mengenai penyakit hewan menular zoonosis
atau berpotensi wabah pada satwa liar yang sifatnya antar instansi di wilayah
Ibu Kota Baru.
3. Perlu
disediakannya Pusat Penyelamatan Satwa atau fasilitas pendukung penanganan
satwa liar bagi satwa-satwa yang tertangkap atau terlibat konflik dengan
manusia akibat dari berkurangnya ruang hidup satwa serta meningkatnya interaksi
antara satwa dan manusia di wilayah Ibu Kota Baru atau sekitarnya.
4. Pemerintah
membangun pusat laboratorium penyakit infeksius dengan fasilitas yang baik (biosecurity level 3) untuk meneliti
jenis penyakit zoonosis berbahaya yang mungkin timbul di daerah pembebasan
hutan mengingat histiori ditemukannya antibodi virus ebola pada orang utan di
Kalimantan.
5. Setelah
Ibu Kota Negara diputuskan untuk dipindah, maka Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan setempat harus mempersiapkan penanggulangan bencana penyakit zoonosis
atau berpotensi wabah sebelum administrasi Ibu Kota berjalan. Termasuk penyakit
zoonosis prioritas seperti rabies. Mengacu pada PERMENDAGRI No.101 Tahun 2018.
6. Perlu
adanya upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait animal welfare dan konservasi satwa liar.
7. Memperhatikan
penataan ruang pro-environment di
wilayah Ibu Kota Negara baru.
8. Menyediakan
fasilitas kantung refuge dan koridor
untuk satwa liar.
9. Membuat
peraturan tentang pelarangan perburuan satwa liar di daerah Ibu Kota dan
sekitarnya.
10. Pemerintah
mendirikan Universitas Negeri dengan fasilitas yang mumpuni dan mencangkup
seluruh aspek disiplin keilmuan di wilayah Ibu Kota Negara baru. Khususnya
jurusan terkait manajemen lingkungan dan kedokteran hewan.
Rekomendasi kepada PDHI
1. PDHI
memiliki kapasitas intelektual dan semangat yang tinggi serta aktif
berkomunikasi dengan berbagai komunitas yang merupakan penggerak masyarakat.
Komunikasi dan keterlibatan PDHI diharapkan dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat untuk menjaga kesehatan hewan dan lingkungan.
2. PDHI
sebagai stakeholder harus terlibat
dan ikut andil dalam perencanaan dan proses pemindahan Ibu Kota Negara
khususnya mengenai dampak terhadap konservasi satwa liar, pelaksanaan animal welfare, kesehatan hewan dan
pengendalian penyakit hewan di wilayah Ibu Kota baru.
3. PDHI
perlu berkomitmen untuk siap berperan penuh dalam mempersiapkan pemindahan Ibu
Kota Negara ke Kalimantan Timur.
4. PDHI
sebagai organisasi profesi diharapkan dapat menggelar rapat dengar pendapat
dengan Komisi IV dan XI DPR RI terkait hasil dan rekomendasi dari kajian ini
agar dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Diharapkan dengan
terlaksananya Kajian Istimewa Nasional ini, pihak BAPPENAS bersama pihak-pihak
terkait, dalam hal ini KLHK, KEMENTAN, dan KEMENKES dapat menindaklanjuti
aspirasi-aspirasi dari dokter dan calon dokter hewan di atas, sehingga
pemindahan Ibu Kota Negara dapat terencana dengan lebih komprehensif. Serta
diharapkan hasil kajian ini dapat menjadi referensi bagi kolega dokter hewan
dan PDHI dalam mengambil peran perihal rencana pemindahan Ibu Kota Negara. (Prast)
Komentar
Posting Komentar