KUMPULAN ARTIKEL SISWA VISI 10
Profesi dokter hewan pada dasarnya memiliki organisasi keprofesian untuk menaungi para dokter hewan. Organisasi itu bernama PDHI, atau Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. PDHI ini dibentuk pada tanggal 9 Januari 1953 di Lembang, Jawa Barat. Pada awalnya Organisasi ini berdiri saat negara ini masih mengalami penjajahan Kerajaan Belanda di tahun 1884 dan organisasi ini bernama Nederland-Indische Vereeniging voor Diergeneeskunde. Organisasi ini berdiri pada saat Hindia Belanda banyak mengalami wabah penyakit hewan, mulaidari wabah Rinderpest di tahun 1875, wabah Septicaemia Epizootica dan Anthrax di tahun 1884, wabah Surra di tahun 1886, dan wabah Penyakit Kuku dan Mulut di tahun 1887. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, berdirilah sebuah perkumpulan dokter hewan dengan nama Perhimpunan Ahli Kehewanan, beranggotakan dokter hewan Indonesia dan dokter hewan Belanda yang menjadi tenaga pengajar di Faculteit Kedokteran Hewan Universiteit Indonesia.Organisasi inilah yang kemudian, pada saat Kongres-nya yang pertama di Lembang, Bandung tanggal 9 Januari 1953, mendirikan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Tanggal 9 Januari kemudian diperingati setiap tahun sebagai hari jadi PDHI hingga kini.PDHI saat ini diketuai oleh Drh. Muhamad Munawaroh, M.M. PDHI yang juga dikenal di dunia Internasional sebagai Indonesian Veterinary Medical Association ini juga anggota dari perhimpunan dokter hewan seluruh dunia yang biasa disebut FAVA. PDHI ini memiliki Pengurus Besar dan Pengurus Cabang.
PDHI memiliki motto yaitu “Manusya mriga satwa sewaka” yang berarti mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui hewan. Selaras dengan mottonya PDHI diharapkan mampu menjadikan citra dokter hewan di Indonesia menjadi tangguh profesional sesuai dengan visi dan misi PDHI. Visi dari PDHI sendiri yaitu mewujudkan citra profesi dokter hewan Indonesia yang profesional, mandiri, tangguh, dan berdaya saing global dan berwawasan kebangsaaan yang luas dan takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. PDHI juga memiliki Misi yaitu Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (dokter hewan) sebagai individu maupun sebagai bagian dari organisasi perhimpunan dan masyarakat. Meningkatkan kualitas pelayanan jasa veteriner menuju standar pelayanan jasa yang memberikan kepuasan kepada pemakai jasa (client) dan kesejahteraan hewan (patient). Meningkatkan kualitas organisasi perhimpunan menuju organisasi yang profesional, mandiri, dan progresif yang mampu berperan dalam pengembangan profesi dan pembinaan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat pada umumnya. Meningkatkan peran organisasi PDHI dalam menjalankan otoritas veteriner bersama pemerintah. Meningkatkan kualitas komunikasi antaranggota dan profesi dengan masyarakat. Meningkatkan lingkaran pengarusutamaan dan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat veteriner, kesehatan lingkungan, dan kesejahteraan hewan. Serta membangun jejaring di tingkat nasional dan internasional.
PDHI memiliki sekitar 53 cabang di hampir seluruh Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa PDHI ini berusaha untuk menghimpun dokter hewan di seluruh Indonesia. PDHI ini juga membawahi 20 Organisasi Non- Teritorial, yaitu yaitu organisasi yang dibentuk berdasarkan keinginan sekelompok dokter hewan yang memiliki minat, keahlian, atau bidang kerja yang sama. Organisasi ini memperoleh pengesahan dari Pengurus Besar PDHI dan tidak memiliki batasan wilayah kerja. Organisasi yang termasuk kedalam Organisasi Non Teritorial ini yaitu Ikatan Dokter Hewan Karantina Indonesia (IDHKI), Ikatan Dokter Hewan Sapi Perah Indonesia (IDHSPI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (ASKESMAVETI), Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN), Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia (ADHPHKI), Asosiasi Patologi Veteriner Indonesia (APVI), Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (AEVI), Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Laboratorium Indonesia (ADHPHLI), Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Asosiasi Farmasi dan Farmakologi Veteriner Indonesia (AFFAVETI), Asosiasi Dokter Hewan Bedah Veteriner Indonesia (ADBVI), Asosiasi Kedokteran Interna Veteriner Indonesia (AKIVI), Asosiasi Medik Reproduksi Veteriner Indonesia (AMERVI), Asosiasi Dokter Hewan Akupunktur dan Terapi Integratif Indonesia (AKTIVI), Asosiasi Parasitologi Veteriner Indonesia (APARVI), Asosiasi Dokter Hewan Kuda Indonesia (ADHKI), Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI), Asosiasi Mikrobiologi Veteriner Indonesia (AMVI), Asosiasi Dokter Hewan Pengobatan Tradisional China Indonesia (ADHPTCI) serta Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia.
PDHI pun juga memiliki banyak sekali kegiatan untuk mensukseskan dan menjaga tali silaturahmi antar sesama kolega. Diantaranya yaitu KIMVETNAS,Mukernas,Konggres. PDHI sejatinya adalah organisasi nirlaba. Untuk membantu perekonomian dari PDHI itu sendiri, maka dibentuklah produk produk atau program dari PDHI. Salah satunya adalah majalah Vetnesia, Halo Vet, Vet Tour dan masih banyak lembaga lainnya.
Menurut bahasa Belanda, advocaat atau advocateur berarti pengacara atau pembela, maka dari itu advokasi dapat juga diartikan sebagai kegiatan pembelaan kasus di pengadilan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, to advocate tidak hanya berarti to defend (membela), melainkan pula to promote (mengemukakan atau memajukan), to create (menciptakan) dan to change (melakukan perubahan) (Topatimasang, 2000).
Adapun beberapa pengertian advokasi menurut beberapa ahli, seperti :
- Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik.
- Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam pengantar bukunya yang berjudul “Pedoman Advokasi” mengungkapkan bahwa advokasi merupakan tindakan atau protes untuk membela atau memberi dukungan untuk mengatasi masalah – masalah yang berhubungan dengan hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan berbagai bentuk ketidakadilan.
Maka dari itu, kita bisa menyimpulkan bahwa advokasi adalah suatu bentuk atau upaya melakukan suatu pembelaan secara sistematis, teratur dan terorganisir atas kebijakan, sikap, perilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang bertujuan untuk mengadakan suatu perubahan, perlawanan, pembelaan atau suatu gebrakan terhadap peraturan yang ada ataupun menciptaakan suatu peraturan baru agar kehidupan menjadi lebih baik.
Kebijakan profesi merupakan suatu hal yang berhubungan erat dengan advokasi, Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari kata “bijak” yang berarti “selalu menggunakan akal budidaya, pandai, mahir” (Nasional, 2002). Kemudian ditambahkan imbuhan ke- dan -an, maka kata kebijakan berarti “rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan. Sedangkan menurut Lasswell dan Kaplan kebijakan adalah alat untuk mengapai tujuan dimana kebijakan adalah program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (Budiharjo, 1992). Sedangkan profesi sendiri merupakan suatu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilam, kejuruan dan sebagainya) tertentu (Nasional, 2002).
Maka dari itu, kebijakan profesi adalah suatu konsep atau asas dalam merencanaan program yang memiliki sebuah tujuan, nilai dan praktek sesuai dengan bidang pekerjaan yang digeluti. Dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Publik”, Said Zainal Abidin menyebutkan bahwa dalam merapkan suatu kebijakan terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yakni meliputi :
- Adanya tujuan, yakni adanya sebuah tujuan yang ingin di capai, melalui usaha-usaha yang telah di sepakati dengan bantuan faktor pendukung yang ada atau yang diperlukan.
- Adanya rencana yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya
- Adanya program, yaitu cara yang telah disepakati dan mendapat persetujuan serta pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
- Adanya keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program yang sudah ada.
- Dampak, yakni pengaruh yang terjadi atau timbul dari suatu program dalam masyarakat. Dengan demikian, semakin jelas bahwa advokasi berhubungan erat dengan kebijakan profesi. Karena, setiap ada kebijakan profesi atau suatu aturan/program/perencanaan yang diciptakan dalam suatu pekerjaan pasti akan ada dampak yang ditimbulkan, apabila dampak tersebut memberikan keuntungan, maka ruang lingkup yang mengelurakan kebijakan tersebut akan makin maju dan lebih terarah. Namun, apabila kebijakan tersebut justru merugikan suatu profesi di lingkup tersebut, maka para anggota dapat melalukan advokasi atau suatu pembelaan untuk melakukan perubahan pada kebijakan yang ada untuk direvisi kembali agar tidak ada lagi suatu kerugian yang dibebankan.
Lalu, bagaimanakan advokasi dan kebijakan profesi di kedokteran hewan? secara umum sebenarnya tidak ada teori tertentu mengenai advokasi dan kebijkan profesi khusus kedokteran hewan, karena kebijakan tersebut akan tergantung dari setiap instansi yang akan mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan– peraturan tersebut. Namun yang pasti, kebijakan yangdikeluarkan ini harus sesuai dan tidak boleh melenceng dari peraturan pemerintahan, Undang–Undang , ataupun kode etik yang dimilki oleh setiap profesi dokter hewan itu sendiri. Kode etik ini juga sangat penting karena berisi tentang unsur-unsur untuk memperoleh penghormatan, penghargaan dan kepercayaan masyarakat yang meliputi penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku Dokter Hewan, baik terhadap profesinya, pasien dan kliennya, teman sejawat maupun terhadap dirinya sendiri.
Abidin, S. Z. (2004). Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwa.
Budiharjo, M. (1992). Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nasional, D. P. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Komentar
Posting Komentar