Press Release IMAKAHI KEPO 3
Antibiotic Apocalypse dalam Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia 2020
Dalam rangka menyambut World Antimicrobial Awareness Week
(WAAW) Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia Universitas
Airlangga (PC IMAKAHI UNAIR) mengadakan diskusi IMAKAHI KEPO pada Senin (23/11/2020). Mengangkat tema “Antibiotic
Apocalypse”, IMAKAHI KEPO mengundang drh. Adiana Mutamsari Witaningrum, M. vet,
dosen Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR
sebagai pembicaranya. Diskusi ini dilaksanakan secara daring melalui platform digital Zoom Meeting.
Selain menjadi dosen Departemen Kesehatan Masyarakat
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR, juga bekerja pada Institute of
Tropical Disease UNAIR. Beliau juga aktif menerbitkan publikasi penelitian
mengenai resistensi antimikroba. Pada kesempatan ini drh. Adiana memberikan
penjelasan mengenai mikroba, antimikroba, mengenai terjadinya resistensi
bakteri terhadap antimikroba, MRSA, ESBL,serta pentingnya penggunaan antibiotik
secara benar dan tepat.
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan
merawat infeksi pada manusia, hewan dan tumbuhan. Antimikroba meliputi
antibiotik, antiviral, agen antiparasitik, dan antifungal. Pemberian obat
antibiotik maupun antimikroba lain yang tidak bijak, seperti: dosis tidak
tepat, waktu pemberian dosis tidak tepat, masa henti obat yang tidak tepat, dan
tidak ada masa henti antibiotik maupun antimikroba lain dapat menyebabkan
resistensi antimikroba.
Resistensi antimikroba (AMR) terjadi saat bakteri, virus,
fungi dan parasit berubah selama beberapa waktu dan tidak merespon terhadap
obat lagi sehingga menyebabkan infeksi semakin sulit untuk diobati dan
meningkatkan resiko penyebaran penyakit, keparahan penyakit, dan kematian. Data
WHO menyebutkan terjadi 700.000 kematian akibat AMR pada tahun 2014, dan akan
melonjak menjadi 10 juta jiwa pada tahun 2050. Jika AMR tidak dikendalikan,
mikroba akan menjadi senjata biologis yang sangat mematikan. Kecemasan timbul
saat semakin banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotik lebih cepat
sebelum kita mendapatkan solusi dan semakin kebal dan sulit diobati.
Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
disebabkan oleh tipe bakteri staphylococcus yang menjadi resisten terhadap
banyak antibiotik yang biasa digunakan untuk mengobati infeksi staphylococcus.
Extended-spectrum β-lactamase (ESBL) merupakan enzim yang mengakibatkan
resistensi pada beberapa antibiotik yang paling sering digunakan, termasuk
semua penicillin, cephalosporin, dan monobactam.
Dalam sesi diskusi, drh. Adiana menekankan pentingnya
penggunaan antibiotik secara bijak dan tepat dengan dosis dan jangka waktu yang
sesuai anjuran dokter dalam rangka mencegah terjadinya resistensi antimikroba
(AMR). Penggunaan antibiotik yang tepat antara lain: hanya menggunakan
antibiotik jika diresepkan, selalu mengonsumsi antibiotik hingga habis sesuai
dosis yang diberikan, jangan mengonsumsi antibiotik sisa, jangan mengonsumsi
antibiotik secara bersama dengan orang lain, dan rajin menjaga sanitasi.
Sektor agrikultur dapat
berkontribusi dalam mencegah timbulnya AMR dengan mengurangi serta mengawasi
penggunaan obat antimikroba, memberlakukan ketahanan pangan, dan. menerapkan
sistem biosekuriti. Resistensi antimikroba merupakan masalah global yang perlu
diselesaikan secara bersama, dengan melibatkan semua orang dalam berbagai
sektor yang bekerja secara bersama dalam lingkup One Health.
Komentar
Posting Komentar