Yuk Mengenal Resistensi Antibiotik!
YUK MENGENAL RESISTENSI ANTIBIOTIK!
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910, ia merupakan zat – zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, yang toksisitasnya relatif kecil. Antibiotik juga bisa dihasilkan dari sintesis dan alami. Antibiotik sintesis bisa didapatkan dari zat / bahan kimia yang ada, sedangkan antibiotik alami bisa didapatkan dari produk hasil bumi. Ketika digunakan secara tepat, antibiotik memberikan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bila dipakai atau diresepkan secara tidak tepat (irrational prescribing) dapat menimbulkan kerugian yang luas dari segi kesehatan, ekonomi, bahkan untuk generasi mendatang yang disebabkan oleh resistensi antibiotic.
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam lain hal yang menyebabkan turunnya efektivitas obat. Terdapat faktor pendukung resitensi seperti penggunaan yang kurang tepat itu seperti pemakaian terlalu singkat, dosis terlalu rendah, diagnosa awal rendah. Faktor pendukung lainnya faktor client biasanya meminta antibiotik yang baru, peresepan tinggi dalam jumlah besar, penggunaan monoterapi, perilaku hidup sehat, pengawasan yang lemah, lingkungan juga bisa mempengaruhi serta suhu juga dapat mempengaruhi faktor pendukung resistensi ini.
Faktor Penyebab Meningkatnya Resistansi terhadap Antibiotik Resistansi bakteri terhadap antibiotik muncul karena banyak mekanisme dan cenderung semakin rumit pendeteksiannya. Berbagai mekanisme genetik ikut terlibat termasuk di antaranya mutasi kromosom, ekspresi gen – gen resisten kromosom laten, didapatkan resistansi genetik baru melalui pertukaran DNA langsung, atau melalui mekanisme yang disebut transformasi , transduksi dan konjugasi. Penyebab utama resistansi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat.
Antibiotic ini juga dipakai sebagai suplemen merangsang pertumbuhan hewan ternak, sebagai bahan baku aditif untuk proses pencampuran ransum yang dilakukan oleh peternak tanpa menjamin ketepatan takarannya sehingga dapat menyebabkan residu antibiotik pada panganya. Hasil pangan yang biasa terdapat residu antibiotic terdapat pada hasil pangan seperti telur, susu dan daging. Jenis antibiotika yang paling sering ditemukan pada produk ternak khususnya daging adalah antibiotik dari jenis tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin dan oksitetrasiklin). Residu antibiotika juga ditemukan pada daging ayam dan hati ayam berupa antibiotik jenis sulfa, oksitetrasiklin, enrofloksasin, tetrasiklin, siprofloksasin dan makrolida. Konsumsi pangan asal hewan seperti daging ayam yang mengandung residu antibiotika memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan yaitu reaksi alergi, toksisitas, mempengaruhi flora usus, respon immun, dan resistensi terhadap mikroorganisme. Selain berbahaya bagi kesehatan, residu antibiotik juga dapat pengaruh terhadap lingkungan dan ekonomi (Anthony, 1997).
Etikaningrum,Iwantoro S. (2017). “Kajian Residu Antibiotika pada Produk Ternak Unggas di Indonesia”. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan [accessed Nov 11 2018].
dewi,a.a.s.,widdhiasmoro,n.p., nurlatifah,i., riti, n., purnawati,d. (2014).”residu antibiotika pada pangan asal hewan, dampak dan upaya penanggulangannnya”. Balai Besar Veteriner Denpasar. [accessed Nov 13 2018]
Yulita mardiani (2016). “ identifikasi faktor risiko resistensi bakteri staphylococcus aureus pada daging ayam di kabupaten Bogor”. [accessed Nov 13 2018]
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam lain hal yang menyebabkan turunnya efektivitas obat. Terdapat faktor pendukung resitensi seperti penggunaan yang kurang tepat itu seperti pemakaian terlalu singkat, dosis terlalu rendah, diagnosa awal rendah. Faktor pendukung lainnya faktor client biasanya meminta antibiotik yang baru, peresepan tinggi dalam jumlah besar, penggunaan monoterapi, perilaku hidup sehat, pengawasan yang lemah, lingkungan juga bisa mempengaruhi serta suhu juga dapat mempengaruhi faktor pendukung resistensi ini.
Faktor Penyebab Meningkatnya Resistansi terhadap Antibiotik Resistansi bakteri terhadap antibiotik muncul karena banyak mekanisme dan cenderung semakin rumit pendeteksiannya. Berbagai mekanisme genetik ikut terlibat termasuk di antaranya mutasi kromosom, ekspresi gen – gen resisten kromosom laten, didapatkan resistansi genetik baru melalui pertukaran DNA langsung, atau melalui mekanisme yang disebut transformasi , transduksi dan konjugasi. Penyebab utama resistansi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Sekitar 80% konsumsi antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar indikasi yang kurang tepat.
Antibiotic ini juga dipakai sebagai suplemen merangsang pertumbuhan hewan ternak, sebagai bahan baku aditif untuk proses pencampuran ransum yang dilakukan oleh peternak tanpa menjamin ketepatan takarannya sehingga dapat menyebabkan residu antibiotik pada panganya. Hasil pangan yang biasa terdapat residu antibiotic terdapat pada hasil pangan seperti telur, susu dan daging. Jenis antibiotika yang paling sering ditemukan pada produk ternak khususnya daging adalah antibiotik dari jenis tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin dan oksitetrasiklin). Residu antibiotika juga ditemukan pada daging ayam dan hati ayam berupa antibiotik jenis sulfa, oksitetrasiklin, enrofloksasin, tetrasiklin, siprofloksasin dan makrolida. Konsumsi pangan asal hewan seperti daging ayam yang mengandung residu antibiotika memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan yaitu reaksi alergi, toksisitas, mempengaruhi flora usus, respon immun, dan resistensi terhadap mikroorganisme. Selain berbahaya bagi kesehatan, residu antibiotik juga dapat pengaruh terhadap lingkungan dan ekonomi (Anthony, 1997).
Upaya mengurangi residu antibiotic pada pangan sedang dalam masa penelitian, diketahui dengan upaya direbus ataupun di rendam dengan air garam, walaupun residu antibiotic yang berkurang tidak 100%. Adapun cara mencegah terjadinya resistansi bakteri terhadap antibiotik seperti Mendorong penggunaan antibiotik hanya diberikan untuk indikasi yang jelas, Mengurangi penggunaan yang tidak perlu, Edukasi dan training pasien juga merupakan hal penting untuk dilakukan, pemakaian antibiotik harus sesuai dengan instruksi dokter baik dosis maupun rentang terapinya. Di Indonesia, Kemenkes telah membuat suatu pedoman umum penggunaan antibiotika dan diundangkan dalam peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011.
ANTIBIOTIKA, RESISTENSI, DAN RASIONALITAS TERAPI.
Available from: https://www.researchgate.net/publication/265579606_ANTIBIOTIKA_RESISTENSI_DAN_RASIONALITAS_TERAPI [accessed Nov 11 2018].
Nn(2015).http://www.terapisehat.com/2008/04/ganti-antibiotik-dengan-probiotik-dan.html[accessed Nov 11 2018]. Etikaningrum,Iwantoro S. (2017). “Kajian Residu Antibiotika pada Produk Ternak Unggas di Indonesia”. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan [accessed Nov 11 2018].
dewi,a.a.s.,widdhiasmoro,n.p., nurlatifah,i., riti, n., purnawati,d. (2014).”residu antibiotika pada pangan asal hewan, dampak dan upaya penanggulangannnya”. Balai Besar Veteriner Denpasar. [accessed Nov 13 2018]
Yulita mardiani (2016). “ identifikasi faktor risiko resistensi bakteri staphylococcus aureus pada daging ayam di kabupaten Bogor”. [accessed Nov 13 2018]
Komentar
Posting Komentar