IMFOSSION

“POLEMIK STERILISASI PADA HEWAN KECIL: 
KESEHATAN, ETIKA PROFESI, HUKUM DAN ANIMAL WELFARE

Sterilisasi adalah suatu prosedur operasi pengangkatan organ reproduksi agar hewan tidak dapat berkembang biak lagi. Segala tindakan medis haruslah didasari oleh suatu tujuan yang jelas, begitu pula sterilisasi. Tujuan utama sterilisasi adalah sebagai upaya pengendalian populasi hewan, penanganan penyakit, serta alasan kesehatan lainnya. Beberapa keuntungan sterilisasi yang populer di masyarakat diantaranya mengurangi spraying atau marking, mengurangi keinginan hewan untuk berkeliaran jauh dari rumah, mengurangi keagresifan, mengurangi resiko kanker, mengontrol populasi, memerpanjang usia, dan sebagainya. Namun bila hewan yang hendak disteril telah lebih dulu obesitas, tidak mengalami perilaku menyimpang seksual seperti marking, dan tidak dalam kondisi terancam akibat over population maka ketepatan penggunaan alasan ini sebagai dasar sterilisasi patut dipertanyakan. Selain itu, alasan mengurangi keagresifan bukanlah sesuatu yang dapat dijamin. Sebab banyak ditemui hewan yang telah disetril tingkat keagresifannya tidak berkurang.
Ada pula resiko dan kerugian sterilisasi yang jarang dipaparkan, diantaranya ialah mast cell tumors, cancerous heart tumours, cancerous spleen tumours, prostate cancer, bone cancer, hip dysplasia, cruciate ligament tear, diabetes, dan  lain-lain. Resiko-resiko ini jarang sekali diedukasikan pada masyarakat umum atau klien. Maka ketepatan dari sikap tersebut perlu dikaji berdasarkan kode etik profesi dan disepahamkan dalam domain dokter hewan untuk kedepannya.
“Dengan diterimanya diri saya masuk profesi Dokter Hewan maka saya bersumpah / berjanji bahwa:
1.      Akan mengabdikan diri saya, ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki kepada perbaikan mutu, peringanan penderitaan serta perlindungan hewan demi kesejahteraan masyarakat.
2.      Akan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki berlandaskan perikemanusiaan dan kasih sayang kepada hewan.
3.      Akan memberikan pertimbangan utama untuk kesembuhan, kesehatan dan kesejahteraan pasien saya, kepentingan tertinggi klien dengan memertaruhkan kehormatan profesi dan diri saya.
4.      Saya tidak akan menggunakan pengetahuan yang berlawanan dengan hukum perikemanuasiaan atau menyimpang dari Kode Etik profesi saya.
Sumpah/janji ini saya ucapkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.”
Hal yang menjadi perhatian PC IMAKAHI UNAIR dalam polemik sterilisasi di Indonesia ialah seringnya ditemukan poster-poster atau pamflet-pamflet dari berbagai klinik maupun praktek dokter hewan yang terang-terangan mempromosikan sterilisasi dengan mencantumkan keuntungan sterilisasi yang masih dipertanyakan ketepatannya, atau memersuasi calon klien dengan diskon yang besar.
Tidak hanya itu, sering pula didapati teman-teman pemilik hewan peliharaan anjing dan kucing yang menggunakan alasan umum seperti yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya (agar gemuk, tidak berkeliaran, dsb) untuk melakukan steril terhadap peliharaannya. Lantas untuk kepentingan siapakah  dokter hewan melakukan prosedur ini? Kerancuan alasan sterilisasi yang tidak berlandaskan pada kepentingan kesehatan pasien inilah  yang mendorong PC IMAKAHI UNAIR untuk mengadakan diskusi terkait polemik ini.
Penyampaian materi oleh drh. Miyayu Soneta Sofyan, M.Vet

         Sesi pertama dibuka dengan pemaparan materi oleh drh. Miyayu Soneta Sofyan, M.vet yang membahas sterilisasi pada hewan kecil dari sudut pandang kesehatan dan animal welfare. Adapun faktor yang harus diperhatikan ialah usia hewan, jenis atau ras hewan, kondisi kesehatan hewan, adanya resiko pasca sterilisasi, dan sebagainya.
Sterilisasi tidak akan melanggar animal welfare  selama tidak menghalangi perilaku alaminya kecuali dengan alasan medis. Selain itu prosedur ini harus dilakukan oleh dokter hewan berpengalaman dan dengan prodesur yang benar, serta diikuti dengan perawatan pasca operasi yang tepat, di atas itu semua tindakan ini harus dilandasi oleh tujuan medis baik preventif maupun kuratif. Bila dirasa tujuan dan syarat-syarat sterilisasi tidak terpenuhi atau alasan yang dijadikan dasar melakukan sterilisasi kurang tepat, seyogyanya dokter hewan mampu memberikan pengertian atau edukasi terhadap klien, bahkan dokter hewan berhak menolak melakukan prosedur bila dirasa perlu.
Sesi kedua diisi dengan materi yang disampaikan oleh drh. Bilqisthi Ari Putra. Beliau membahas polemik ini dari sudut pandang Hukum Indonesia dan Etika Profesi Dokter Hewan. Beliau memaparkan bahwa Kode Etik Profesi Dokter Hewan memiliki dua sumber, yakni Sumpah Dokter Hewan dan Kode Etik Dokter Hewan Indonesia (Lampiran TAP. Nomor 07 / Kongres ke-16 / PDHI / 2010).
Sesi group discussion PC IMAKAHI dengan peserta IMFOSSION
KODE ETIK DOKTER HEWAN
KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI
Pasal 11
Dokter Hewan yang melakukan praktek hendaknya memasang papan nama sebagai informasi praktek yang tidak berlebihan.
Pasal 13
Pemasangan iklan dalam media masa hanya dalam rangka pemberitahuan mulai dibuka, pindah atau penutupan prakteknya.
            Berdasarkan pasal 11 dan 13, pemasangan iklan terkait praktek dokter hewan yang membubuhkan info potongan harga yang berlebihan untuk kepentingan promosi dan menarik klien menjadi kurang tepat. Selain itu promosi di media masa dengan mencantumkan keuntungan-keuntungan suatu tindakan medis yang kurang tepat tanpa penjelasan lebih lanjut terkait kerugian dan resiko-resikonya juga menjadi hal yang tidak sesuai dengan kode etik.
Pasal  17
Dokter Hewan ikut berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan Kesehatan Masyarakat Veteriner, kesejahteraan hewan dan pelestarian alam.
KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN
Pasal  18
Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagaimana arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala pengetahuannya, keterampilannya dan pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.
Pasal 17 dan 18 di atas menyatakan bahwa dokter hewan harus turut memerjuangkan dan mensosialisasikan kesejahteraan hewan serta menggunakan ilmunya untuk kepentingan pasien, bukan pribadi, klien, maupun pihak lain. Maka prinsip tersebut harusnya juga berlaku untuk sterilisasi. Maka prosedur sterilisasi hanya dapat dilakukan oleh dokter hewan atas pertimbangan tentang kesehatan pasien, kepentingn pasien, dan kesejahteraan pasien, bukan pihak lain.
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN
Pasal 23
Dokter Hewan menghargai klien untuk memilih Dokter Hewan yang diminatinya.
Berdasarkan pasal 23, dokter hewan harus memberikan kebebasan terhadap klien untuk memilih sendiri dokter hewannya berdasarkan rasa percaya dan profesionalitas. Maka iklan-iklan yang persuasif tanpa memberikan edukasi yang jelas kepada calon klien tentang mengapa harus melakukan suatu tindakan medis dan mengapa tidak terhadap hewannya adalah kurang tepat.
Pasal  26
Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita hewannya dan kemungkinan – kemungkinan lainnya yang dapat terjadi. Dalam  segala hal yang penting dan harus dilakukan demi kebaikan pasien dengan segala resikonya maka dokter hewan menyampaikan secara transparan termasuk segala resiko yang terburuk sekalipun.
Berdasarkan pasal 26, dokter hewan memiliki kewajiban untuk memahamkan kliennya terkait pasien yang ditangani termasuk meluruskan pemahaman klien terkait praktek sterilisasi pada hewan kecil ini.
Berdasarkan UU No. 41 tahun 2014 pasal 1 ayat 42 yang berbunyi “Kesejahteraan Hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental Hewan menurut ukuran perilaku alami Hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi Hewan dari perlakuan Setiap Orang yang tidak layak terhadap Hewan yang dimanfaatkan manusia” berarti bila dokter hewan melakukan praktek yang menyakiti fisik maupun mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan (sesuai poin-poin dari animal welfare) maka telah melanggar ayat tersebut sekaligus konsep animal welfare.
Hasil dari forum diskusi yang dihadiri oleh 69 peserta termasuk mahasiswa S1, mahasiswa koas (PPDH), mahasiswa S2, dan dokter hewan klinik ini ialah: 1) Masih rancunya konsep animal welfare di Indonesia sehingga tidak adanya batas-batas yang jelas, 2) Perlu adanya penyepahaman syarat-syarat dan standarisasi praktek sterilisasi pada hewan kecil di lingkup dokter hewan melalui peningkatan intensitas diskusi, kajian, maupun seminar terkait pelaksanaan sterilisasi di Indonesia, dan 3) Perlunya penggalakan client education oleh dokter hewan terkait setiap resiko sterilisasi dan segala landasan yang tepat untuk dilakukannya prosedur tersebut. Rekomendasi: PDHI sebagai perhimpunan profesi dokter hewan di Indonesia dirasa merupakan wadah dan sarana yang tepat untuk mewujudkan poin-poin tersebut. Peningkatan intensitas diskusi, kajian, maupun seminar terkait pelaksanaan sterilisasi di Indonesia dapat menjadi suatu jalan untuk menertibkan dan menyepahamkan kembali konsep serta pelaksanaan sterilisasi di lingkup dokter hewan Indonesia.

Diharapkan dengan terlaksananya acara IMFOSSION ini, mahasiswa S1 dan koas (PPDH) dapat memahami konsep sterilisasi dilihat dari sudut pandang kesehatan, etika profesi, hukum, dan kesehatan sebagai bekal menjadi dokter hewan kelak. Serta diharapkan hasil diskusi ini dapat menjadi acuan bagi kolega dokter hewan dan PDHI dalam mengambil langkah perihal polemik ini di masa yang akan datang.

Komentar

Postingan Populer