Press Release Imakahi Discussion Forum (IDIOM)

 

 FKH PEDULI PENGENDALIAN ZOONOSIS: "Penjaminan Kesehatan Kucing Liar Terhadap Toxoplasmosis"


Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (PC IMAKAHI) Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan forum diskusi yang membahas tentang penjaminan kesehatan kucing liar terhadap toxoplasmosis. Acara ini diselenggarakan di ruang kelas Junction 1 dan 2 Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Kampus C UNAIR, Surabaya. Topik yang dibahas dalam kajian kali ini meliputi dari segi Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Parasitologi. 

Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia sehingga tak jarang banyak masyarakat yang memelihara kucing sekedar sebagai hobi atau sebagai teman bermain. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed) antara lain seperti angora persia, siam, manx, sphinx. Kucing galur murni (ras) ini biasanya dibiakkan di tempat pemeliharaan hewan resmi. Jumlah kucing ras hanyalah 1% dari seluruh kucing di dunia, sisanya merupakan kucing dengan keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing kampung. Di Indonesia sendiri kucing liar ini banyak ditemukan di jalan-jalan dan sebagian besar masyarakat juga memeliharanya. Dengan demikian, interaksi antara masyarakat dengan kucing juga tinggi. Seperti halnya yang dapat kita temukan di lingkungan FKH UNAIR, banyak kucing liar yang keluar masuk tanpa adanya peregulasian yang jelas dari pihak kampus. Kucing yang masuk ke dalam fakultas tanpa memiliki peregulasian yang jelasdapat mengakibatkan timbulnya masalah-masalah, mulai dari kesehatan dan kesejahteraan kucing, kebersihan lingkungan, serta kenyaman dari civitas akademika FKH UNAIR. Semakin meningkat populasi kucing yang ada di kampus membuat intensitas kontak dengan civitas akademika semakin tinggi. Kucing yang tidak memiliki recording yang jelas dapat meningkatkan resiko penularan penyakit zoonosis dan penyakit menular lainnya. Penyakit infeksi yang masih endemis namun tidak memperoleh respon dari masyarakat adalah toksoplasmosis (Wahyu, 2007).

Toksoplasmosis merupakan penyakit infeksi zoonosis yang disebabkan Toxoplama gondii. Kucing merupakan host definitif Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis bersifat asimptomatik dengan gejala non spesifik dan mirip gejala penyakit lainnya, sehingga penyakit infeksi yang diakibatkan oleh parasit ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat, karena pada umumnya tidak mengancam jiwa sehingga masyarakat cenderung mengabaikannya dan mulai menyadari ketika penyakit sudah memasuki fase kronis. Tinja kucing yang terinfeksi oleh Toxoplama gondii mengandung jutaan ookista. Tinja kucing mengandung ookista infektif bagi manusia. Penularan toksoplasmosis pada manusia dapat diperoleh secara aktif (dapatan) dan pasif (kongenital). Infeksi dapatan terjadi ketika manusia mengonsumsi makanan yang terinfeksi ookista Toxoplama gondii atau dari kondisi lingkungan yang tercemar oleh ookista. 

Sesi pertama dibuka dengan pemaparan materi oleh Dr. A. T. Soelih Estoepangestie, drh yang membahas tentang cara penularan toksoplasmosis pada manusia. Beliau menjelaskan bahwa penularan penyakit ini dapat melalui secara per oral dan parenteral, termakannnya feses kucing yang terinfeksi, pecemaran makanan, air minum dan peralatan daging mentah yang mengandung cyst serta dapat tertular melalui transplantasi organ atau tranfusi darah dari yang terinfeksi. Beliau menjelaskan bahwa kucing merupakan sumber utama oocyst infeksius dalam feses, dimana kucing tersebut dapat tertular melalui makanan misalnya rodensia, daging yang mentah, kecoak, serangga atau karena kontak dengan kucing yang terinfeksi dan juga dapat dari tanah yang terinfeksi. Gejala klinis pada manusia biasanya bersifat asimptomatis, dan memiliki gejala mirip flu, pembengkakan limfoglandula dan nyeri otot, pada wanita hamil bisa menyebabkan abortus sampai juga partus dengan bayi cacat, bayi meninggal, hydrocephalus, buta bahkan tuli. Infeksi pada feotusdapat menyebabkan abosrsi spontan. Adapun diagnosis yang dapat dilakukan pada manusia antara lain, uji Biopsi, ELISA dan PCR serta pemberian Phyremethamine dan Sulfonamide. Pencegahan agar manusia tidak terpapar penyait zoonosis ini dapat dilakukan degan cara menjaga sanitasi dan hygiene personal, hindari kontak langsung dengan ookista pada feses kucing atau pada liter tanah, tidak melepasliarkan kucing-kucing peliharaan, cuci tangan dengan sempurna setelah melakukan aktivitas dari luar, buah dan sayuran bener-benar dicuci hingga bersih sebelum dikonsumsi, kotak pasir mainan anak-anak jauhkan dari jangkauan kucing agar tidak terkontaminasi oleh feses kucing.

 Sesi kedua merupakan pemaparan materi drh Mufasirin,beliau merupakan salah satu dosen di FKH Unair bagian Departemen Parasitologi Veteriner. Dalam sesi kali ini beliau memaparkan materi tentang apa itu toxoplasmosis. Toxoplasmosis merupakan salah satu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh protozoa, bukan virus. Spesies yang sering menyerang salah satunya yaitu Toxoplasma gondii, dimana biasanya stadium ookista dari parasite ini ditemukan pada feses kucing. Selain itu, pada jaringan otak, paru, hati dan otot dapat ditemukan stadium kista dan stadium takizoid. Adapun penularan dari penyakit ini yaitu dengan cara melalui tranfusi darah, transplantasi organ, melalui kontamonasi mukosa mata dan mulut, karena makan daging yang kurang matang atau masak dan juga dapat menular akibat sayur-sayuran atau buah buahan yang terkontaminasi oleh feses kucing. Adapun cara pencegahnnya dapat dilakukan dengan rajin mencuci tangan, membersihkan makanan seperti syur-sayuran dan buah buahan sebelum dimakan, memasak daging sampi matang, dan mengolah produk asal hewan secara matang dengan sempurna. Dalam sesi ini beliau juga menjelaskan bahwa, kita boleh saja tetap untuk memelihara kucing sebagai hewan kesayangan, akan tetapi harus selalu menjaga kebersihan dan kesehatan kucing itu sendiri, deangan cara memberikan makanan yang bergizi dan sehat dan pemberian vaksinasi secara rutin. 

Sesi ketiga ialah sesi Focus Group Discussion (FGD). Peserta dibagi menjadi tigakelompok bedasarkan hitungan, yaitu kelompok 1, 2, dan 3 yang terdiri dari mahasiswa S1 Kedokteran Hewan FKH Universitas Airlangga dan mahasiswa dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS). Masing masing kelompok diberikan suatu perrtanyaan yang sama, yaitu; 1)Untuk menjamin kesehatan KM dari penyakit zoonosis yang salah satunya adalah toxoplasmosis, apakah kucing liar di FKH UNAIR perlu dipertahankan keberadaannya? (jawaban berupa Ya,tetap ada di lingkungan FKH / tidak, dijauhkan dari lingkungan FKH), 2) Lalu apa bentuk peregulasiannya? (jawaban berupa solusi bentuk kebijakan dan pelaku kebijakan). Kedua pertanyaan tersebut diberikan kepada masing-masing kelompok agar melakukan suatu diskusi dan menghasilkan suatu tujuan atau kesepakatan bersama. Mereka diberikan waktu 30 menit untuk berdiskusi tentang tanggapan terkait kasus tersebut. 

Dari diskusi tersebut, kelompok 1 menyimpulkan ya bahwa kucing liar yang berada di FKH tetap dipertahankan keberadaannya. Untuk bentuk peregulasian dilakukan dengan mendata kucing yang sudah ada di wilayah FKH agar diketahui jumlah populasi dan kucing tersebut nantinya akan diberikan tanda berupa kalung untuk memberikan identitas. Mencegah masuknya kucing – kucing baru yang berpotensi membawa penyakit zoonosis kewilayah FKH UNAIR dengan tata aturan yang terkoordinasi dengan pimpinan FKH UNAIR serta membuat poster untuk melarang masyarakat membuang / meletakan kucing di FKH UNAIR.

Kelompok 2 menyatakan bahwa ya setuju jika keberadaan kucing liar di FKH UNAIR tetap dipetahankan keberadaanya. Peregulasian untuk tetap menjaga Kesehatan kucing dari penyakit zoonosis dan mensejahterakan kucing maka perlunya pembentukan pengurus kelompok pecinta kucing atau juga dapat dengan cara menghidupkan kembali kelompok pecinta kucing powrants club yang pernah ada pada tahun 2018. Pengurus ini yang nantinya untuk menjaga populasi kucing liar dapat dilakukan perawatan kucing dan juga open adoption untuk kucing yang telah diperiksakan kesehatannya.

Kelompok 3 beranggapan bahwa keberadaan kucing liar di FKH UNAIR tetep dipertahankan. Perlunya pembatasan ruang gerak dan interaksi antar kucing di FKH dan civitas akademika FKH dengan memberikan kendang, dan juga pakan agar dapat mencegah tertularnya penyakir zoonosis dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Dilakukan peregulasian kucing dan mendata kucing liar yang kemudian dilakukan tes toksoplasma pada sampel kucing liar di FKH UNAIR agar memastikan bahwa kucing bebas dari penyakit zoonosis. Perlunya juga mengedukasi civitas akademika FKH UNAIR mengenai penyakit zoonosis terutama toksoplasmosis.

Setelah pemaparan hasil diskusi setiap kelompok, dilakukan pembahasankembali tentang point dari tiap kelompok yang akan dijadikan hasil kajian, diantaranya :

1.   Semua Kelompok setuju untuk tetap mempertahankan keberadaan kucing – kucing liar di FKH UNAIR. Agar terhindar dari penyakit zoonosis yang dapat menular ke civitas akademika, semua peserta diskusi setuju untuk mengadakan peregulasian dan pemeliharaan terhadap kucing liar FKH UNAIR.

2.   Mendata Kucing liar FKH UNAIR oleh IMAKAHI dan pemberian identitas berupa kalung.

3.      Membatasi ruang gerak bagi kucing liar di FKH UNAIR dengan cara pemberian kendang. 

4.      Mengadakan Tes Toksoplasma kepada kucing liar FKH UNAIR.

5.  Mengedukasi civitas akademika mengenai toxoplasmosis secara online maupun offline melalui poster atau seminar agar dapat menjaga diri untuk tidak terjangkit penyakit zoonosis ini.





Komentar

Postingan Populer