PRESS RELEASE IMAKAHI DISCUSSION FORUM (IDIOM) 2025: “VETERINARIANS VS BIOTERRORISM: THE FIRST LINE OF DEFENSE AGAINST DEADLY ZOONOSIS”
“VETERINARIANS VS BIOTERRORISM: THE FIRST LINE OF DEFENSE AGAINST DEADLY ZOONOSIS”
Pada Selasa, tanggal 20 Mei 2025, bidang Kebijakan Profesi dari PC IMAKAHI UNAIR telah menyelenggarakan program kerja tahunan yaitu IDIOM (IMAKAHI Discussion Forum) dengan tema “Veterinarians vs Bioterrorism: The First Line of Defense Against Deadly Zoonosis” atau “Peran Dokter Hewan sebagai Garda Terdepan Melawan Ancaman Bioterorisme Berbasis Zoonosis.”
Acara ini menghadirkan Dr. Hartanto Mulyo Raharjo, drh., M.Si., Ph.D, dosen dari Divisi Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, sebagai narasumber utama. Kegiatan berlangsung di ruang kelas 4B Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Kampus C, Surabaya, dan diikuti oleh mahasiswa Semester II, Semester IV dan Semester VI dengan semangat yang luar biasa. Materi yang disampaikan menyoroti urgensi bioterorisme sebagai ancaman nyata bagi kesehatan global, khususnya melalui agen penyakit zoonotik yang berasal dari hewan dan dapat ditularkan kepada manusia. Beberapa contoh penyakit yang dikaji antara lain: anthrax, botulism, plague, Q fever, melioidosis, rabies, monkeypox, hingga COVID-19. Penyakit-penyakit ini tidak hanya berbahaya, namun juga berpotensi digunakan sebagai senjata biologis.
Selain itu, dibahas pula peran penting dokter hewan dalam, Deteksi dini dan surveilans terhadap penyakit hewan yang tidak biasa, Pengujian laboratorium dalam mendeteksi agen bioterorisme, Pelaporan dan komunikasi kepada otoritas terkait, Respon darurat dan kerja sama lintas sektor, Pendidikan dan pencegahan, serta Implementasi vaksinasi dan biosecurity. Berbagai regulasi nasional menegaskan peran strategis dokter hewan dalam menjaga kesehatan masyarakat dan pertahanan negara, terutama terkait pengendalian penyakit zoonosis dan ancaman biologis. UU No. 18 Tahun 2009 jo. UU No. 41 Tahun 2014 mengatur pengawasan lalu lintas hewan dan pencegahan penyakit menular strategis, sementara UU No. 6 Tahun 2018 menempatkan tenaga kesehatan hewan dalam respons kekarantinaan terhadap wabah lintas batas. Permentan No. 82 Tahun 2000 menekankan pengendalian anthrax sebagai bagian dari pertahanan biologis nasional, dan Permentan No. 97 Tahun 2013 mendorong kolaborasi lintas sektor (One Health) dalam penanganan zoonosis. UU No. 23 Tahun 2019 bahkan membuka peluang bagi dokter hewan untuk berperan dalam komponen cadangan strategis pertahanan non-militer.
Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam konteks ini meliputi keterbatasan sistem surveilans, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap zoonosis, lemahnya koordinasi lintas sektor, maraknya perdagangan satwa liar ilegal, belum optimalnya regulasi, serta kekurangan jumlah dokter hewan di daerah rawan. Melalui forum ini, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan terhadap ancaman bioterorisme, sekaligus memperkuat peran sebagai dokter hewan masa depan yang siap berkontribusi dalam sistem pertahanan biologis nasional melalui pendekatan One Health.
Selain itu bioterorisme berbasis zoonosis merupakan ancaman yang tidak hanya membahayakan kesehatan hewan, tetapi juga kesehatan manusia dan stabilitas nasional. Beberapa agen biologis yang berasal dari hewan seperti Bacillus anthracis (anthrax), Clostridium botulinum (botulism), dan Brucella spp. (brucellosis) termasuk dalam kategori senjata biologis karena sifatnya yang mudah menular, mematikan, dan sulit dikendalikan jika tidak terdeteksi secara dini. Penyebarannya bisa bersifat alami atau disengaja melalui praktik bioterorisme, yang kini menjadi perhatian dunia kesehatan global.
Sebagai mahasiswa kedokteran hewan yang nantinya akan terjun langsung sebagai tenaga kesehatan hewan, kita harus turut serta dalam memperkuat sistem pertahanan biologis negara. Kita dapat berkontribusi melalui peningkatan kemampuan deteksi dini dan pelaporan kasus penyakit hewan yang tidak biasa, mengikuti pelatihan mengenai biosekuriti dan surveilans penyakit prioritas, serta mengedukasi masyarakat dan peternak tentang pencegahan zoonosis. Kita juga dapat mengadakan diskusi dengan masyarakat dan aparat daerah tentang pentingnya pengawasan hewan dan biosekuriti, membuat kampanye edukatif tentang bahaya zoonosis yang bisa dimanfaatkan sebagai senjata biologis, serta berpartisipasi dalam seminar dan forum ilmiah untuk meningkatkan kapasitas keilmuan. Semua ini bertujuan agar kelak kita menjadi dokter hewan profesional yang tidak hanya berpegang pada kode etik, tetapi juga siap menjadi garda terdepan dalam sistem pertahanan kesehatan nasional.
Kegiatan ini disusun dan dilaksanakan oleh panitia IDIOM 2025 yang dikoordinatori oleh Ramadevi Oktaviana Anggraini Lestari, mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa kedokteran hewan semakin sadar akan peran strategis dokter hewan dalam sistem ketahanan biologis nasional dan mampu menjadi pelopor dalam pencegahan bioterorisme berbasis zoonosis.
Komentar
Posting Komentar