PRESS RELEASE IMAKAHI DISCUSSION FORUM (IDIOM) 2: "EDUKASI BUKAN DISINFORMASI"



Bidang Kebijakan Profesi Pengurus Cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia Universitas Airlangga mengadakan diskusi yang diikuti oleh mahasiswa dan alumni Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR. Diskusi ini bertemakan “Penyelewengan Kewenangan Profesi Dokter Hewan” dengan sub tema “Edukasi Bukan Disinformasi”. Imakahi Discussion Forum 2 diselenggarakan pada Jumat, 20 Mei 2022 melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting.


Kasus penyelewengan kewenangan profesi dokter hewan menyebabkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada dokter hewan dan pihak-pihak terkait. Namun, setelah dibahas lebih dalam pada IDIOM 2, dipahami bahwa kepercayaan yang tidak tumbuh tidak hanya karena kasus penyelewengan kewenangan profesi dokter hewan, tetapi juga karena cara kita selaku mahasiswa kedokteran hewan bahkan dokter hewan dalam menyampaikan edukasi serta informasi dianggap kurang menarik minat masyarakat.


Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan zaman yang berhubungan erat dengan cara masyarakat menerima informasi. Saat ini, masyarakat luas sebagian besar menerima informasi bahkan edukasi melalui media sosial. Berbagai macam edukasi dapat kita dapatkan di media sosial dengan berbagai penyampaian yang berbeda-beda pula. Begitu halnya dengan edukasi terkait bidang kedokteran hewan. Kita dapat menemukannya di media sosial, seperti Google, Instagram, Tiktok, Twitter, dan sebagainya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa edukasi di bidang kedokteran hewan masih terbatas jumlahnya. Selain itu, edukasi tersebut lebih sering dilakukan oleh para influencer dan tidak dilakukan oleh mereka yang berkecimpung langsung di dalamnya, termasuk dokter hewan. Hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya disinformasi apabila edukasi yang disampaikan tidak didasarkan dengan fakta ilmiah. Apabila kita berbicara tentang segala sesuatu yang ada di dunia veteriner sebaiknya sesuai dengan realita dan ilmu yang memang benar adanya. Seperti halnya yang telah tertulis pada Kode Etik Dokter Hewan Bab I Pasal 2 yang berbunyi “Dokter Hewan dalam menjalankan profesinya tidak akan bertentangan dengan perikemanusiaan, mengutamakan kesejahteraan hewan dan kelestarian alam”. Oleh karena itu, kasus-kasus tersebut menjadi alasan Bidang Kebijakan Profesi PC IMAKAHI Universitas Airlangga untuk mengkaji dan mendiskusikan permasalahan bersama keluarga mahasiswa FKH Unair Surabaya dan KH SIKIA Banyuwangi.


IDIOM 2 dimulai pukul 18.30 WIB, diawali dengan pembukaan lalu dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi oleh Sancaka Chasyer Ramandiniato, drh., M.Si.. Beliau adalah dokter hewan yang saat ini berkarir di Lingkar Satwa Indonesia sebagai Manajemen Team. Sancaka Chasyer Ramandinianto, drh., M.Si. memaparkan materi mengenai tentang cara seorang dokter hewan untuk dapat memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat luas, cara berkomunikasi layaknya profesional, dan cara memberikan edukasi dan informasi dengan mengikuti perkembangan zaman yang ada. Materi-materi tersebut dikemas dalam materi beliau yang berjudul “Vet Professional Communication”.


 Pemaparan materi yang dilakukan oleh Sancaka Chasyer Ramandiniato, drh., M. Si. dibagi menjadi tiga poin utama, yaitu missmatch professional expectation, differences in social communicators, dan good vet should be good KOL. Pemaparan beliau tentang poin pertama berisi tentang perbandingan antara pandangan masyarakat umum tentang profesi dokter hewan dengan kenyataan profesi dokter hewan. Tentunya, hal tersebut terkait dengan profesi dokter hewan dalam menjalankan tugasnya. Banyak masyarakat yang masih bertanya-tanya tentang bagaimana sebenarnya profesi dokter hewan bahkan tidak jarang masyarakat menganggap bahwa dokter hewan sebatas seseorang yang mengerti hewan atau pecinta hewan. Namun, hakikatnya dokter hewan merupakan suatu profesi yang berlandas pada pendidikan serta keahlian tertentu.


Beliau juga memaparkan tentang syarat seseorang dapat dikatakan sebagai dokter hewan secara resmi. Persyaratan tersebut meliputi seorang dokter hewan harus memiliki surat tanda registrasi profesi dokter hewan yang merupakan legalitas secara hukum dalam naungan asosiasi yang diakui undang-undang, surat izin praktik dokter hewan yang berarti dokter hewan tersebut layak untuk mengamalkan ilmunya dalam tatanan masyarakat, dan dokter hewan wajib menjalankan serta mengamalkan kode etik profesi dokter hewan. Jadi, dapat diketahui bahwa tidak semua orang yang mengaku pecinta hewan atau mengerti tentang hewan dapat dikatakan sebagai dokter hewan.


Selain itu, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa seorang dokter hewan hanya berperan dalam bidang kesehatan hewan. Namun, realitanya dokter hewan memiliki peran lintas disiplin ilmu, seperti seorang dokter hewan juga berperan menjaga kesehatan manusia melalui kesejahteraan hewan. Dalam pemaparannya, Sancaka Chasyer Ramandiniato, drh., M. Si., menyebutkan beberapa tokoh dalam bidang veteriner yang menjalankan karirnya di lintas disiplin ilmu. Salah satu contoh tokoh veteriner yang disebutkan adalah Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M. Sc., Ph. D. yang merupakan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid 19. Hal tersebut tentunya dapat menjadi bukti bahwa dokter hewan juga memiliki peranan yang sangat dekat kesehatan manusia.


Pemaparan poin kedua, berkaitan dengan era sosial yang baru sehingga menimbulkan komunikator yang berbeda. Sancaka Chasyer Ramandiniato, drh., M. Si. menjelaskan tentang perbedaan komunikator dalam menyampaikan informasi. Selain itu, beliau juga membandingkan komunikator yang memiliki latar belakang veteriner dengan komunikator di luar bidang veteriner. Dalam poin kedua ini, banyak ditemui bahwasanya bukan hanya masyarakat umum, tetapi banyak mahasiswa kedokteran hewan yang lebih mengenal komunikator di luar veteriner dibandingkan komunikator veteriner.


Dilanjutkan dengan pemaparan tentang istilah dan definisi dari influencer, endorser, buzzer, dan KOL (Key Opinion Leader). Keempatnya, memiliki persamaan dalam dapat memberikan pengaruh pada masyarakat secara persuasif. Tetapi, masih banyak dokter hewan maupun mahasiswa kedokteran hewan yang belum dapat mencapai hal tersebut ketika menyampaikan edukasi maupun informasi. Hal ini yang membuat masyarakat jarang terpengaruh atau percaya pada edukasi atau informasi yang disampaikan oleh dokter hewan yang ahli di bidangnya. Dalam menyikapi hal tersebut, sebagai mahasiswa kedokteran hewan maupun dokter hewan, kita harus terlebih dahulu memahami tentang profesi kita, dan memiliki motivasi di dalamnya, sehingga memiliki tujuan yang jelas dalam menyampaikannya ke masyarakat luas.


Berkaitan dengan point kedua,  Sancaka Chasyer Ramandiniato, drh., M. Si. memaparkan poin ketiga yang berisi tentang dokter hewan harus dapat menjadi Key Opinion Leader dalam bidang veteriner. Beliau juga menyampaikan bahwa untuk menjadi Key Opinion Leader yang baik seorang dokter hewan harus berpengaruh, didengarkan, dipandang bahkan layak untuk menjadi role model. Dalam mencapai hal tersebut, harus didukung dengan interpersonal, intrapersonal serta sikap yang memadai.. Interpersonal, intrapersonal serta sikap yang memadai dapat dimbangi dengan memiliki kemampuan berpikir kritis serta kemampuan komunikasi yang baik, sehingga setiap ajakan, tawaran atau pun pendapat kita dapat mempengaruhi orang lain. Oleh karena itu, sebagai seorang dokter hewan atau pun mahasiswa kedokteran hewan sudah seharusnya meningkatkan intrapersonal, interpersonal, sikap, kemampuan komunikasi bahkan dapat berpikir secara kritis agar edukasi dan informasi yang disampaikan dapat menjadi pengaruh di kalangan masyarakat. 


Sesi kedua dilanjutkan dengan FGD (Focus Group Discussion), dalam sesi ini ada empat poin diskusi yang berkaitan dengan membandingkan cara pemberian edukasi veteriner yang dilakukan oleh kalangan veteriner atau pun publik figur yang dikenal dengan sebutan influencer. Poin pertama berdiskusi tentang alasan pengaruh tinggi influencer dalam memberikan edukasi atau informasi dibanding kalangan veteriner, didapati dari pendapat para peserta IDIOM 2, sebagian besar berpendapat bahwa influencer telah memiliki pengaruh di masyarakat luas serta memiliki cara penyampaian yang lebih menarik. Di samping itu, para peserta juga menyampaikan saran serta solusi tentang permasalahan ini dengan posisi sebagai mahasiswa kedokteran hewan, yaitu selaku mahasiswa harus meningkatkan kemampuan dalam bidang veteriner, mengikuti kegiatan yang dapat menambah kemampuan komunikasi serta pengetahuan, menjadi panitia atau pemateri dalam kegiatan-kegiatan edukasi veteriner, serta dapat memperluas penyebaran informasi atau edukasi bahkan mempromosikan profesi kedokteran hewan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, seperti menggunakan bantuan media sosial.


Poin diskusi kedua, peserta menyepakati bahwa mahasiswa dapat turut berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat umum. Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain dapat melalui hal terkecil, yakni memberikan edukasi kepada keluarga atau teman sebaya. Selain itu, langkah lainnya yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk turut andil adalah membagikan konten edukasi melalui media sosial, misalnya utas di media sosial Twitter.


Poin diskusi ketiga, para peserta menyadari serta menyepakati bahwa pembuat konten edukasi hewan di Internet didominasi oleh para pencinta hewan yang bukan dari kalangan veteriner. Hal itu dapat dipicu karena adanya rasa kesamaan antar-pemilik hewan untuk membuat hewan kesayangannya tetap sehat dan dilakukan dengan saling sharing. Namun, hal tersebut dapat menimbulkan disinformasi karena mereka bukanlah dari kalangan veteriner yang mengetahui kevalidan dari suatu informasi yang mereka dapatkan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban seorang dokter hewan untuk aktif dalam memberikan edukasi terkait kesehatan hewan agar konten edukasi yang tidak berdasarkan dengan fakta ilmiah dan beredar luas di internet dapat diminimalisasi.


Poin diskusi keempat, tentang langkah mahasiswa kedokteran hewan dalam turut berperan dalam penyampaian informasi dan edukasi harus didasarkan pada data serta pengetahuan yang valid, dan dengan bijak. Para peserta setuju bahwa dalam memberikan edukasi atau informasi harus berdasarkan pengetahuan yang berdasar, bukan hanya berdasar pada pengetahuan yang tidak terbukti atau pendapat yang tidak berdasar. Para peserta juga memberikan saran atau pun solusi tentang langkah yang dapat diambil oleh mahasiswa kedokteran hewan agar dalam menyampaikan edukasi dapat dengan bijak dan berdasar pada pengetahuan yang valid. Salah satu, saran yang disampaikan, yaitu mahasiswa dapat bertanya secara langsung kepada dokter hewan profesional atau bertanya melalui sosial media milik dokter hewan serta dapat mengunggah edukasi atau informasi dari halaman sosial media milik dokter hewan, mengingat saat ini sosial media telah menjadi hal utama dalam penyebaran informasi maupun untuk berkomunikasi.


Dari diskusi yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa influencer memiliki pengaruh yang lebih besar karena mereka memiliki daya tarik tersendiri, misalnya karena penampilan, cara bicara, cara pembawaan, hingga punya sesuatu yang mungkin tidak dimiliki oleh masyarakat luas sehingga konten tersebut sangat digemari. Oleh karena itu, mahasiswa harus tekun belajar agar memiliki kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Mahasiswa juga dapat turut berperan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat umum, misalnya dari hal terkecil memberitahu kepada anggota keluarga. Dengan demikian, dalam memberikan edukasi tak boleh sembarangan. Seorang pemberi edukasi harus melakukan check dan recheck tentang kredibilitas informasi yang akan dibagikan, misalnya dengan membaca jurnal. Dalam diskusi ini juga terdapat usulan untuk memberikan saran kepada Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia untuk mengadakan webinar dan lokakarya terkait pemberian edukasi yang tepat dan dapat dilakukan oleh mahasiswa ataupun mereka yang telah berkecimpung di lingkup veteriner. Hal tersebut bertujuan agar dokter hewan atau mahasiswa kedokteran hewan mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat sebagai garda informasi terdepan terkait kesehatan hewan sehingga kasus disinformasi dapat diminimalisasi.

 

21 Mei 2022

Bidang Kebijakan Profesi,

PC  IMAKAHI

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

 

Narahubung :

082158993537 (Dhea Az-Zahra)

081235714859 (Citta Pandita)


Dokumentasi Kegiatan




Komentar

Postingan Populer